Perjalanan Timnas Indonesia U-23 di Piala AFF U-23 2025 memang penuh dengan perjuangan dan harapan, namun harus berakhir dengan kekalahan pahit di final. Mereka kalah 1-2 dari rival abadi, Vietnam. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Nasional Morodok Techo, Kamboja, ini menjadi saksi bisu kegagalan Garuda Muda merengkuh trofi juara. Kekalahan ini tidak hanya menyisakan kekecewaan bagi para pemain dan suporter, tetapi juga memunculkan sorotan tajam terhadap berbagai aspek, mulai dari kinerja pelatih hingga kepemimpinan wasit.
Kinerja Wasit dan Sorotan untuk Gerald Vanenburg
Salah satu isu yang paling mencuat pasca-final adalah keputusan kontroversial yang diambil oleh wasit Koji Takasaki asal Jepang. Beberapa kali keputusannya dianggap merugikan Timnas Indonesia U-23. Puncaknya adalah ketika dia tidak menganggap pelanggaran keras terhadap salah satu pemain
Indonesia di dalam kotak penalti, yang seharusnya berujung pada tendangan penalti. Hal ini memicu protes keras dari pelatih Gerald Vanenburg, yang terlihat sangat frustrasi di pinggir lapangan. Vanenburg bahkan beberapa kali terekam kamera televisi meluapkan kekecewaannya kepada ofisial keempat dan staf pelatih Vietnam. Namun, protesnya tidak mengubah keputusan wasit.
Meskipun demikian, kritikan juga datang kepada Vanenburg. Beberapa pengamat sepak bola dan media mulai mempertanyakan strategi yang ia terapkan. Mereka menilai bahwa Timnas U-23 terlalu bergantung pada skema permainan yang itu-itu saja, sehingga mudah dibaca oleh lawan. Pergantian pemain yang dilakukan Vanenburg juga dianggap kurang efektif dan terlambat. Misalnya, pada saat Vietnam mulai mendominasi lini tengah, Vanenburg dinilai telat memasukkan pemain-pemain yang bisa mengubah ritme pertandingan. Hal ini membuat Timnas Indonesia U-23 kehilangan kendali permainan di babak kedua, yang pada akhirnya berujung pada gol penentu kemenangan Vietnam.
Analisis Media Vietnam dan Kekurangan Garuda Muda
Media Vietnam, yang dikenal sangat kritis dan detail dalam menganalisis pertandingan, tidak ketinggalan memberikan penilaian mereka. Mereka memuji keberanian dan semangat juang Timnas Indonesia U-23, namun juga tidak segan menyoroti kekurangan yang dimiliki.
Harian Bongda Plus menyebut bahwa "Indonesia terlalu monoton dalam menyerang. Mereka hanya mengandalkan umpan-umpan silang dari sisi sayap yang mudah dipatahkan oleh bek-bek kami." Media lain, Zing News, menambahkan bahwa "strategi Vanenburg terlihat usang. Dia gagal membuat kejutan taktik yang bisa membingungkan pertahanan kami."
Lebih lanjut, media Vietnam juga menyoroti aspek fisik dan mental para pemain Indonesia. Mereka berpendapat bahwa para pemain Garuda Muda terlihat kelelahan di babak kedua, yang membuat performa mereka menurun drastis. Hal ini kontras dengan para pemain Vietnam yang justru terlihat semakin bertenaga dan solid hingga akhir pertandingan. Selain itu, mereka juga melihat adanya tekanan mental yang besar pada para pemain Indonesia. Mereka terlihat gugup dan tidak mampu memanfaatkan beberapa peluang emas yang mereka dapatkan.
Kekalahan ini menjadi pelajaran berharga bagi Timnas Indonesia U-23. Meskipun mereka telah
menunjukkan semangat juang yang tinggi, mereka masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan, baik dari sisi pelatih, pemain, maupun PSSI. Perbaikan dalam hal strategi, ketahanan fisik, dan mentalitas pemain menjadi kunci utama untuk meraih kesuksesan di masa depan. Kegagalan ini seharusnya menjadi cambuk, bukan alasan untuk menyerah, agar Timnas Indonesia U-23 bisa kembali bangkit dan meraih prestasi yang lebih baik di ajang-ajang berikutnya.